Mengapa Dalam Sejarah, Italia Menghianati Sekutunya

Italia adalah negara muda yang memandang dirinya sebagai penerus dari kekaisaran romawi. Ia berusaha mengembalikan kajayaan kekaisaran romawi dengan cara meniru negara-negara Eropa lainnya yaitu dengan memiliki banyak wilayah jajahan. Tidak mengherankan jika perhatian Italia langsung tertuju pada wilayah Afrika Utara. Sebuah Wilayah yang dulunya adalah provinsi romawi yang sangat bersejarah. Namun ambisi ini terbentur oleh Prancis, yang setelah kekalahannya dalam perang berusaha memulihkan kembali prestasinya dengan cara memperluas wilayah jajahannya di Afrika Utara dan menguasai Tunisia.

Italia yang sudah sangat antusias dalam menguasai Afrika Utara tentu berusaha menentangnya. Namun apa daya, Prancis berhasil memperoleh dukungan internasional terlebih setelah kekalahannya pada perang. Hal ini membuat jalan Italia untuk mewujudkan mimpinya menjadi terhambat dan pada akhirnya membuatnya harus puas, hanya dengan menguasai Libya. Kejadian ini dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan hubungan antara Italia dan Prancis semakin menjauh. Merasa memiliki musuh bersama, hubungan antara Italia dan Jerman semakin dekat demikian juga Austria Hungaria yang telah menjadi sekutu Jerman sejak tahun 1878.

Pada tahun 1882 Jerman, Austria, dan Italia menandatangani perjanjian rahasia yaitu Triple Alliance. Pokok dari perjanjian tersebut adalah setiap negara harus saling melindungi bila salah satu dari mereka diserang oleh negara lain, khususnya Prancis. Sekalipun demikian, setahun setelah terjadinya perang dunia pertama. Italia justru berperang melawan sekutunya, kekaisaran Austria Hungaria, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?.

Alasan Italia Menghianati Sekutunya Pada Perang Dunia Pertama

 

Sejak runtuhnya kekaisaran romawi, Italia terpecah menjadi berbagai negara. Beberapa diantaranya menjadi sangat terkenal seperti Venesia akan perdagangannya, Floren akan keseniannya dan sebagainya. Seturut dengan perkembang zaman Sardinia tampil sebagai negara yang paling berpengaruh dalam terbentuknya kerajaan Italia. Dalam perang univikasi Italia, Sardinia banyak mendapat perlawanan dari kekaisaran Austria yang saat itu merupakan negara adikuasa di Eropa.

Austria berusaha mempertahankan berbagai wilayahnya baik di Eropa Tengah maupun di Eropa Selatan. Hal ini membuat hubungan antara Sardinia dan Prusia semakin harmonis. Prusia ingin menyatukan Jerman sedangkan Sardinia ingin menyatukan Italia. Untuk mencapai itu, mereka berdua harus melawan kekaisaran Austria. Pada abad ke 19 rasa nasionalisme sudah semakin menjamur dimana-mana. Terlebih setelah univikasi Jerman dan Italia berhasil tercapai, saat itu ada sebagian wilayah Austria Hungaria yang masih ditinggali oleh orang Italia.

Untuk menjamin perekonomiannya, Austria Hungaria ingin memperluas pengaruhnya di wilayah Balkan dan laut Adriatic. Masalahnya Italia juga inign melakukan hal serupa, terlebih setelah kesultanan Turki Ustmania (pemilik lamanya) yang sudah semakin melemah dan hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum runtuh. Setahun sebelum pangeran Franz Ferdinand terbunuh Italia sudah memperingatkan Austria Hungaria untuk tidak menyerang Serbia.

Perdana mentri Italia saat itu Giobanni Giolitti percaya bahwa dengan menyerang Serbia, sama saja dengan berperang melawan pelindungnya, kekaisaran Rusia. Mentri luar negeri dari Italia juga memperingatkan bila Austria tetap pergi berperang maka mereka tidak akan mendapatkan bantuan apapun dari Italia. Sesuai dengan perjanjian Triple Alliance, Italia hanya akan membantu  jika mereka adalah pihak yang diserang, bukan pihak yang menyerang.

Kekaisaran Austria Hungaria yang merasa Serbia terlibat dalam terbunuhnya pangeran Franz Ferdinand ingin menghukum Serbia, terlebih setelah mereka memperoleh jaminan berupa dukungan penuh dari kekaisaran Jerman. Perkataan Giolitti terbukti benar, Tsar Rusia seperti yang sudah diramalkannya memang ikut membela sekutunya Serbia. Melihat Eropa semakin kacau, Italia memutuskan untuk tetap netral. Kebijakan ini memperburuk hubungan dari kedua negara tersebut, dikemudian hari hubungan buruk dari keduanya dimanfaatkan oleh pihak sekutu untuk menarik Italia agar bergabung dalam perang di pihak sekutu atau Etente.

Pada tanggal 26 April 1915, Italia dan fraksi Etente seperti Prancis, Rusia dan Inggris menandatangani perjanjian London. Dalam perjanjian tersebut, Italia dijanjikan berbagai wilayah baru seperti pesisir Dalmatia, pesisir Adriatic, dan beberapa pulau disekitarnya. Selain itu sekutu juga menjanjikan wilayah dari kesultanan Turki Ustmania sebagai imbalan. Italiapun memutuskan untuk bergabung di pihak sekutu dan menyerang kekaisaran Austria Hungaria.

Sekalipun pada akhirnya pihak sekutu berhasil memenangkan perang dunia pertama. Italia yang sudah banyak berkorban dalam perang ini, hanya memperoleh sedikit wilayah. Hal ini sangat jauh dengan apa yang dijanjikan sekutu kepada pihak Italia khususnya dalam perjanjian London. Kejadian ini menyebabkan kekacauan publik yang merasa mereka telah dikhianati oleh pihak sekutu. Kemenangan yang temutilasi menjadi kalimat yang sangat populer di Italia. Inilah yang membuka jalan bagi pemimpin fasis yang bernama Benito Mussolini yang mengubah Italia menjadi negara fasis dan dirinya sendiri menjadi sang pemimpin.