Benito Mussolini dan Karirnya Pada Kebangkitan Italia

Pada tahun 1919, dengan adanya perjanjian Versailles, Italia yang tampil sebagai pemenang tentu merasa beruntung telah memilih sekutu yang tepat dan membuatnya pantas mendapatkan berbagai imbalan yang diharapkannya. Namun harapan dan kenyataan memang sering berbeda dan kali ini hal itulah yang terjadi pada Italia. Ini bermula ketika sekutu membujuk Italia agar bergabung dipihaknya, italia dijanjikan berbagai wilayah baru. Namun setelah perang berakhir berbagai wilayah yang seharusnya menjadi milik Italia sesuai dengan perjanjian London ternyata tidak jadi diberikan.

Hal tersebut membuat masyarakat Italia menjadi marah, mereka merasa bangsanya yang sudah banyak berkorban justru dikhianati oleh pihak sekutu. Istilah kemenangan yang termutilasi menjadi semakin populer diseluruh wilayah Italia. Selain itu besarnya anggaran yang digunakan selama perang dan juga banyaknya jumlah veteran membuat kondisi Italia baik secara ekonomi maupun secara politik semakin melemah. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah pengangguran dan juga terjadinya krisis pangan di Italia.

Seperti halnya dengan Jerman, para veteran perang yang tidak terserap oleh masyarakat dimanfaat dengan baik. Baik oleh kelompok komunis maupun kelompok fasis, sehingga sering menimbulkan kekacauan antar golongan. Ada pepatah yang mengatakan, dimana ada kesialan disitu ada peluang. Peluan ini ditangkap oleh seorang jurnalis Italia yang sangat terkenal akan kemampuan berpidatonya. Jurnalis itu bernama Benito Mussolini, ia merupakan pendiri dari partai fasis nasional.

Pada tahun 1922 Mussolini bersama rekan-rekannya Italo Balbo membawa sekitar 30.000 pengikutnya yang dikenal sebagai Black Shirt untuk berunjuk rasa didepan raja Vittorio Emanuelle III. Dikemudian hari, aksi tersebut dikenal dengan istilah March On Rome. Tujuan utama dari aksi ini adalah untuk mengangkat Mussolini sebagai kepala pemerintahan atau perdana menteri. Melihat banyaknya jumlah demonstran, raja Italia pada saat itu terpaksa mengangkat Mussolini sebagai perdana menteri. Oleh karenanya pada tanggal 31 Oktober 1922, di usianya yang masih 39 tahun Mussolini menjadi perdana menteri termuda dalam sejarah Italia.

Mussolinni Sebagai Pemimpin Fasis Italia

Mussolini ingin membawa Italia kembali berjaya seperti pada era kaisar Augustus dari kekaisaran romawi. Hal ini didukung oleh propaganda yang sangat kuat dan masif di berbagai media masa seperti poster, majalah dan film-film yang seringkali menggambarkan Mussolini yang gagah, kuat dan pria sejati. Setelah berkuasa ia berusaha untuk mengubah Italia dari negara yang sangat kacau menjadi negara yang jauh lebih stabil sekalipun harus ditempuh dengan cara diktator.

Uniknya untuk meningkatkan bidang ekonomi, Mussolini justru mengangkat Alberto De’Stefani saingannya dahulu sebagai menteri keuangan. De’Stefani memiliki pandangan ekonomi yang berbasis pasar bebas, suatu pandangan yang tentunya bertentangan dengan ekonomi berbasis fasismenya. Setelah dilantik, Stefani membebaskan transaksi dari campur tangan pemerintah. Hal ini dilakukannya dengan cara mengurangi pengeluaran, menurunkan pajak dan membebaskan perdagangan. Dengan berbagai kebijakannya, Stefani berhasil mengurangi angka pengangguran hinga 77%, dan meningkatkan ekonomi Italia hingga 20%.

Namun setelah ekonomi semakin stabil, Mussolini justru memecat Stefani dan mulai menjalankan ekonomi fasisme seperti yang memang diinginkannya. Sekalipun demikian dibidang lainnya seperti transportasi dan keamanan Italia juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Oktober 1925, Mussolini berhasil menghapus mafia dengan menunjuk Cesare Mori untuk memimpin perlawanan terhadap mafia. Sekitar 11.000 mafia berhasil ditangkap pada saat itu, dibawah kepemimpinan Mussolini Italia menjadi negara yang lebih stabil. Namun ada harga yang harus dibayar yaitu minimnya kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat.

Pada tahun 1935, Ia memutuskan agar Italia berperang melawan Ethiopia. Invasi ini sangat kontroversia karena adanya penggunaan senjata kimia oleh jendral Pietro atas persetujuan dari Mussolini. Hal ini membuat Italia harus menanggung akibatnya terutama pada sektor ekonomi. Terlebih setelah liga bangsa bangsa menjatuhkan sangsi bagi Italia, namun Italia tetap selamat karena Hitler mau memberikan bantuan berupa dana asing untuk ekonomi Italia.

Karenanya Italia mau bergabung dengan Pact Of Steel yang isinya adalah Jerman dan Italia. Namun Italia tetap saja mengulangi kesalahannya lagi. Dalam perang Spanyol, ia mendukung Francisco Franco,  sebuah kebijakan yang berimbas pada melemahnya ekonomi dan militer dari Italia. Hal itu membuatnya tidak siap berperang hingga tahun 1943.